Terilhami dari nama blog saya sendiri
yaitu “Underground Sky”, disini saya akan membahas tentang salah satu kata dari
nama blog saya. Bukan, bukan kata Sky yang akan saya bahas tapi si Underground.
Oke kita mulai saja…
“Underground” kata yang
begitu familiar ditelinga kita, baik tua maupun muda semuanya pasti mengenal
kata ini. Underground lebih dikenal dan dipersepsikan sebagai musik yang
bernuansa kekerasan. Itu karena tema-tema musiknya yang kerap mengusung tentang
kematian, siksaan, neraka, kehidupan setelah kematian, kritik, protes, dan
kecaman. Namun sebenarnya "Underground" tidak hanya mengenai musik,
pada dasarnya "Underground" adalah sebuah movement atau pergerakkan dimana
tidak terikat pada suatu korporasi yang bersifat mengikat. Pergerakkan
"Underground" ini bersifat counterculture
(bisa disebut juga antitesis, atau sangat berbeda dengan pakem-pakem yang ada).
Kata
"Underground" itu sendiri didapat karena adanya sekelompok seniman di
Prancis sekitar tahun 1920an yang berkutat di bidang seni rupa yang mengadakan
pamerannya di dalam subway dan basement yang terletak di bawah tanah. Kenapa
mereka melakukan hal demikian? Karena, masyarakat dan seniman Prancis
menganggap bahwa hasil karya mereka itu aneh, dan tidak sesuai dengan pakem yang
berlaku. Alhasil, hasil karya mereka itu akan tidak dianggap bahkan dilecehkan
jika dipublikasikan di muka umum. Maka dari itu lah mereka mengadakan pameran
mereka di "bawahtanah" dengan maksud agar hanya orang- orang tertentu
dan beridealisme tinggi lah yang menghadiri pameran itu. Dalam dunia musik,
"Underground" pertama kali diperkenalkan oleh Scene Psychedelic pada
tahun 1960an, dan dilanjutkan oleh band-band seperti The Grateful Dead, Velvet
Undergound, Acid Test, MC5, dan Frank Zappa. Bahkan The Beatles pernah dianggap
sebagai pemrakarsa scene "Undeground" pertama.
Band yang dikategorikan
sebagai band "Underground" adalah band yang memegang konsep etik D.I.Y (Do It Yourself), merekam dan
memeproduksi album mereka dengan kerja keras mereka sendiri tanpa terikat Label
besar -yang sekarang ngtrend dengan sebutan indie label-, dan mengadakan pertunjukkan
musik di tempat-tempat yang tidak representatif. Kemudian
"Underground" di identikkan dengan band yang mengusung tema kekerasan
dalam konsep musiknya seperti Cannibal Corpse, Slayer, dll. Dalam Counterpunch
Magazine, dikatakan bahwa "Underground
music is free media, because by working independently, you can say anything in your
music and be free of corporate censorship".
Jadi “Underground” itu
bukan hanya musik yang keras dan kasar seperti apa yang sedang ngtrend saat
ini, dan "Underground" tidak hanya melulu soal musik (saya ulangi
lagi demi memperjelas), Film, Puisi dan Karya Sastra lainnya, Seni Rupa, dan
Seni Tari. Semuanya dapat di kategorikan sebagai "Underground" jika
terdapat segi KEBEBASAN dalam berekspresi dan etos D.I.Y (Do It Yourself).
Sampai saat ini, belum ada
defenisi yang kompak tentang apa itu underground. Karena tiap undergrounders
(sebutan untuk musisi, penggemar, atau orang-orang yang peduli dengan underground)
pasti punya jawaban masing-masing yang berbeda tentang underground. Namun
menurut saya Underground disini memiliki arti yang bergaris besar tentang
kebebasan. Kebebasan dalam hal apapun mulai dari music sampai sastra, yang
tidak hanya terpaku pada aturan yang telah ada dan tertulis.